Kayu di Pelabuhan Desa Malaoge Diduga Berasal dari Beberapa Desa di Kecamatan Lasalimu, Akan Dikirim ke Kupang, Flores, dan Wakatobi

Halselpos.com, Kabupaten Buton/SulTra–Aktivitas bongkar muat kayu di Pelabuhan Desa Malaoge, Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton, menjadi perhatian warga setempat. Dari penelusuran kru redaksi LintasButon pada tanggal 8 Agustus 2025, ditemukan tumpukan kayu siap kirim yang diduga berasal dari beberapa desa di wilayah sekitar.

Warga menyebutkan bahwa kayu tersebut dikumpulkan dari Desa SP 6, serta dari Desa Wasuamba dan Wasambaa yang berada di wilayah Kecamatan Lasalimu. Sementara itu, Desa Malaoge sendiri merupakan bagian dari Kecamatan Lasalimu Selatan.

“Setahu kami, kayu-kayu itu berasal dari SP 6, Wasuamba, dan Wasambaa. Biasanya dikirim ke Kupang, Flores, dan juga ke Wakatobi,” ungkap salah seorang warga Desa Malaoge yang enggan disebut namanya.

Papan/Balok yang berserakan yang siap diangkut

Menariknya, dari informasi yang diterima redaksi, diduga sebagian dari kayu tersebut berasal dari kawasan Hutan Kemasyarakatan (HKm). Jika benar demikian, maka proses penebangan dan pengangkutannya harus tunduk pada regulasi ketat, karena kawasan HKm hanya boleh dikelola oleh kelompok masyarakat yang memiliki izin sah dan sesuai peruntukan, bukan untuk komersialisasi bebas.

Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari pihak berwenang terkait tujuan pengiriman maupun legalitas pengangkutan kayu tersebut. Warga berharap pihak terkait segera melakukan pengecekan terhadap aktivitas ini agar tidak berdampak negatif terhadap lingkungan maupun melanggar peraturan kehutanan.

“Kami masyarakat meminta kepada pihak desa dan kecamatan untuk sesegera mungkin melakukan pengawasan terhadap aktivitas ini. Jangan sampai ada pelanggaran hukum atau kerusakan lingkungan yang merugikan masyarakat,” tegas salah satu warga lainnya.

(Nurdin) Ketua DPC LAKI Kab. Buton

Dalam hal ini, Dewan Pimpinan Cabang Lembaga Anti Korupsi Indonesia (DPC LAKI) Kabupaten Buton sebagai perwakilan masyarakat juga turut bersuara. Ketua DPC LAKI Buton, Nurdin, menegaskan pentingnya transparansi dan pengawasan terhadap aktivitas pengangkutan kayu tersebut. Ia mendorong agar pihak yang berwenang tidak menutup mata terhadap potensi pelanggaran hukum yang bisa saja terjadi di lapangan.

“Kami mendesak agar dilakukan penelusuran menyeluruh atas asal-usul dan tujuan pengiriman kayu ini. Jika tidak memiliki dokumen sah, maka harus segera dihentikan. Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga soal keadilan dan keberlanjutan lingkungan,” tegas Nurdin, Ketua DPC LAKI Kabupaten Buton.

Dasar Hukum dan Regulasi Terkait

Kegiatan pengangkutan dan perdagangan hasil hutan, termasuk kayu, diatur secara ketat dalam perundang-undangan Indonesia. Beberapa regulasi penting yang relevan dalam kasus ini antara lain:

  • Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
    Pasal 50 ayat (3) huruf f menyebutkan bahwa setiap orang dilarang mengangkut, menguasai, atau memperniagakan hasil hutan yang tidak dilengkapi dengan dokumen sah.
    Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 78, yaitu pidana penjara hingga 5 tahun dan/atau denda hingga Rp2,5 miliar.
  • Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H)
    Pasal 12 dan Pasal 17 secara tegas melarang aktivitas membawa, mengangkut, dan/atau menguasai hasil hutan kayu tanpa dokumen sah. Sanksinya bisa mencapai pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.
  • Permen LHK Nomor P.43/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2019
    Peraturan ini mengatur tata cara penerbitan dan penggunaan dokumen sah hasil hutan kayu, seperti SKSHHK (Surat Keterangan Sah Hasil Hutan Kayu). Tanpa dokumen ini, seluruh bentuk pengangkutan hasil hutan dinyatakan ilegal.
  • Permen LHK Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial
    Dalam ketentuan ini, pengelolaan HKm hanya diperbolehkan untuk kepentingan sosial-ekonomi masyarakat setempat dengan batasan dan pengawasan ketat dari pemerintah. Penebangan untuk tujuan komersial lintas wilayah harus mendapatkan persetujuan dan izin tambahan.

Dengan mengacu pada peraturan tersebut, masyarakat dan lembaga pengawas berharap agar aparat yang berwenang segera mengambil langkah tegas, melakukan investigasi menyeluruh, dan menertibkan aktivitas yang berpotensi melanggar hukum. (Sumber : LintasButon.com)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *